Rabu, 27 April 2011

PEREMPUAN DAN BELENGGU TRADISI BUDAYA

DISUSUN OLEH : KODLI ZAKKA
PENDAHULUAN
Sejak zaman manusia pertama hingga sekarang Allah memberikan tempat khusus bagi kaum perempuan dalam hal-hal yang khusus pula, hal yang demikian dapat kita tafsirkan dari beberapa ayat yang telah Allah sampaikan kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Seperti judul surat ada yang disebut An-Nisa’, karena banyaknya pembahasan tentang perempuan dalam surat tersebut. Ada juga dalam tata bahasa arab bahwa setiap kata yang bermakna jamak maka dihukumi mu’anats, dan lain sebagainya.
Namun demikian banyak dari kaum lelaki atau perempuan sendiri tidak mengetahui atau bahkan tak mau tahu tentang beberapa keistimewaan perempuan atau malah bahkan kaum lelaki takut berposisi dibawah kekuasaan perempuan, karena menurut kaum lelaki, perempuan adalah makhluk yang dianggap lemah. Sehingga dalam semua bidang didominasi oleh kaum lelaki.
Dari beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat beranggapan bahwa derajat perempuan rendah, berakibat pada derajat perempuan hanya sebagai pelengkap saja dan ditempatkan dalam urusan domestik sedangkan dalam lingkup publik didominasi kaum lelaki.
Al-Qur’an telah menegaskan bahwa semua manusia adalah sama, yang membedakan derajat mereka bukanlah jenis kelamin mereka melainkan tingkat ketakwaannya.
 ••           •      •    
Artinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” 
BAB I
ASAL MULA PENCIPTAAN PEREMPUAN
Dari bebeapa sumber sejarah penciptaan perempuan semua merujuk pada istri nabi Adam, Hawa.
Pada awalnya Allah menjadikan Adam di surga Dan menyimpulkan bahwa perempuan diciptakan dari salah satu tulang rusuk lelaki, karena adanya dalil dalam Al Qur’an maupun Hadits berikut ini:
 ••                 •       •     
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Maksud dari kata dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim berikut :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم : إِسْتَوصُوا بِالنِّساءِ خَيْرًا فَإِنَّ المَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلْعِ أَعْلاَهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوصُوا بِالنِّسَاءِ (منتفق عليه)
Abu Hurairah ra. Berkata, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Berpesan-pesan baiklah kamu sekalian terhadap istri, karena sesungguhnya orang wanita itu terbuat dari tulang rusuk dan bagian atas dari tulang itu bengkok. Kalau kamu luruskan secara paksa maka akan patahlah tulang itu dan kalau kamu biarkan maka akan bengkok terus. Oleh karenanya berpesan-pesan baiklah terhadap istri” (HR. Bukhari-Muslim)
Di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan. Atau mungkin yang dimaksud dari padanya adalah dari sau jenis spesies manusia? Wallahu A’lam.
Pemahaman terhadap ayat-ayat tentang penciptaan perempuan baik mufassir klasik maupun kontemporer sangat berbeda. Adanya rentang waktu yang cukup lama dari masa Nabi Muhammad saw. sebagai mubayyin awal al-Qur’an hingga masa sekarang pasti mengalami perubahan penafsiran. Karena berimplikasi pada perubahan kondisi sosio-kultural.
Dengan demikian, pemahaman baru terhadap ayat-ayat yang dianggap deskriminatif terhadap status perempuan perlu dimunculkan. Maka penelitian tentang penciptaan perempuan ini akan berusaha mencari pemahaman baru terhadap penafsiran al-Sya’rawi sebagai mufassir kontemporer dan al-Alusi yang merupakan mufassir klasik. Dengan pokok pembahasan; bagaimana inti penafsiran kedua tokoh mengenai ayat-ayat tentang penciptaan perempuan? dan apa persamaan dan perbedaan? bagaimana implikasi penafsiran?
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptifanalitis- komparatif. Langkah awal mengumpulkan data-data dari dokumen dengan memfokus pada tema, kemudian memilah-milah data dan menganalisis dari yang umum kepada yang khusus. Setelah itu dilakukan komparasi pada persamaan dan perbedaan penafsiran.Hasil penelitian menyimpulkan:
1. Al-Sya’rawi berpendapat bahwa Hawa sebagai isteri Adam telah diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam dan al-Alusi mengatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri.
2. Persamaan al-Sya’rawi dan al-Alusi terletak pada pemaknaan kata nafs wahidah sebagai Adam dan zawjahā adalah Hawa, sebagaimana pendapat mayoritas ulama dan mufasir klasik serta kontemporer yang sejalan. Sedangkan perbedaannya terdapat pada penafsiran kata minhā. Dan penyebab perbedaan penafsiran tersebut di antaranya adalah perbedaan kondisi sosio-kultural pada masa hidup mereka. Al-Sya’rawi hidup pada masa munculnya gerakan feminisme di Mesir awal abad ke-20, sehingga penafsirannya memberikan pemahaman yang setara antara status perempuan dan laki-laki. Sedangkan al-Alusi hidup pada masa sistem patriarkhi masih berlaku di negeri Irak yaitu, awal abad ke-19.
3. Implikasi penafsiran bahwa, pendapat al-Alusi tentang penciptaan perempuan pertama (Hawa) dari tulang rusuk Adam adalah memandang penciptaan perempuan merupakan doktrin yang tidak dapat berubah. Sedangkan al-Sya’rawi menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari jenis yang sama dengan laki-laki. Sehingga penciptaan perempuan bersifat kontekstual.

BAB II
PEREMPUAN SEBAGAI OBYEK
Dalam beberapa tatanan hidup di seluruh dunia, semuanya menempatkan sosok perempuan sebagai alat reproduksi semata bahkan sebagai pembantu dalam rumah tangga, mualai dari menata rumah sampai pada pekerjaan yang dianggap bukan pekerjaan lelaki, mencuci piring atau baju misalnya, karena pekerjaan ini dianggap akan menyebabkan derajat martabat lelaki menjadi rendah dan hina. Sehingga kaum lelaki berusaha menghindari dan mencibir kaumnya ketika mereka melakukannya.
Mari kita tengok sejarah pada masa dunia masih dalam kekuasaan para raja, banyak kalangan raja maupun bangsawan memiliki istri lebih dari satu. Karena mereka menganggap perempuan hanyalah perhiasan dunia saja yang hanya boleh dinikmati dengan mengesampingkan hak mereka.
Dalam tradisi Arab maupun Jawa sebelum Islam, perempuan tidak mempunyai hak dalam menentukan sikap, tidak ada pilihan bagi mereka untuk menentukan jalan dan pendamping hidup mereka, karena jiwa dan raga perempuan sepenuhnya milik orang tua dan kaum lelaki yang telah ditentukan ayahnya sebagai suami.
Barulah setelah Islam mulai diajarkan, banyak kaum perempuan merasa terbela hak dan martabatnya. Di antara ajaran itu adalah bahwa surga ditelapak kaki ibu, dalam pengertian bahwa kaum perempuan juga dapat andil dalam menentukan pendidikan anak menuju jalan yang benar hingga tercapai kedamaian, dan masih banyak lagi.
Demikian pula dalam hal poligami, modifikasi Islam secara revolusioner terhadap bentuk poligami tersebut sesungguhnya mengindikasikan bahwa pada prinsipnya islam menghapuskan poligami. Sebagaimana Allah berfirman:
           •             
Artinya:
“dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Karena itu, hendaklah kaum lelaki tidak menganggap kaum perempuan hanya sebagai objek, perempuan perlu diberdayakan aga mereka memahami hak-haknya dengan baik dan sekaligus mampu melaksanakan kewajiban dengan sempurna. Semakin berdaya seorang perempuan akan semakin tinggi kemampuan untuk memilih mana jalan terbaik dalam hidupnya. Arah hidupnya akan ditentukan sendiri berdasarkan pilihan bebasnya sesuai dengan keyakinan agamanya bukan pilihan atau didiktekan oleh orang tuanya atau oleh keluarga dan lingkungan di mana dia berada.


BAB III
ISU JENDER DALAM ISLAM
Dewasa ini, kajian seputar isu jender dalam Islam mengalami perkembangan cukup signifikan di Indonesia. Hal ini ditandai tidak saja dengan melimpahnya publikasi yang mengangkat wacana jender dan Islam, sebagai “kerangka ideologi” pengarusutamaan jender berspektif Islam, melainkan juga fakta bahwa ia sudah merambah luas ke dalam suatu mainstream gerakan yang kemudian mengundang orang untuk dengan mudah menyebutnya sebagai “gerakan feminisme Islam”. Meskipun definisi “feminism Islam” itu sendiri masih menjadi perdebatan serius di kalangan aktivis perempuan muslim, pada tingkat common vision mereka dapat bertemu pada suatu visi umum untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan jender.
Di negara Indonesia yang hidup berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang dalam hal ini negara telah meletakkan perempuan dalam posisi setara dalam berbagai hal, di antaranya perlindungan hak dan hukum. Demikian pula dalam Islam terdapat beberapa prinsip perempuan sebelum dan sesudah menjadi seorang istri agar tercapai tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat:
1. Prinsip Kebebasan Dalam Memilih Pasangan Hidup
Sebelum Islam, anak perempuan sama sekali tidak memiliki hak pilih dalam menentukan pilihan pasangan hidupnya. Bahkan diposisikan sebagai komoditas orangtuanya. Tradisi ini kemudia di ubah secara drastis oleh nabi Muhammad. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dalam musnad Ibnu Hanbal. Rasulullah berkata kepada putrinya:
”Sesungguhnya si Fulan menyebut-nyebut namamu. Kemudian beliau melihat reaksi putrinya itu. Jika dia diam, itu tandanya setuju dan pernikahan segera dilangsungkan. Namun jika putrinya menutup tirai di kamar, itu tandanya tidak suka dan Rasul pun tidak melaksanakan kehendaknya.”
Dan disjelaskan pula dalam riwayat yang lain:
عن ابن عبّاس رضي الله عنه أنَّ جَارِيَةً بِكْرًا أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ فَخَيَّرَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
(رواه أحمد وأبوداود وابن ماجة)
“Ibnu Abbas ra. Berkata bahwasanya ada seorang gadis datang kepada Nabi SAW dan menceriterakan bahwa ayahnya mengawinkannya sedangkan dia sendirii tidak suka. Maka Rasulullah SAW membebaskan dia untuk memilih.”
(Riwayat Ahmad, Abu Dauddan Ibnu Majah)
2. Mawaddah wa Rahmah
Prinsip saling mawaddah wa rahmah (mengasihi dan menyayangi) telah di sebutkan dalam Al Qur’an Surat Ar Rum, ayat 21 :
            ••   •      
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
3. Saling Melengkapi dan Melindungi
.....   •   •   .......
“........; mereka (istri-istri kamu) adalah pakaian bagimu, dan kamupun (para suami) adalah pakaian bagi mereka. .......”
Potongan ayat 187 dari surat al Baqarah ini jelas menyebutkan bahwa antara kaum perempuan dan kaum laki-laki adalah makhluk yang sederajat dan saling melengkapi kekurangan dan saling melindungi dari bahaya yang datang.
4. Mu’asyaroh bil ma’ruf
Prinsip mu’asyaroh bil ma’ruf yang berarti memperlakukan isteri dengan baik (sopan dan santun) tanpa ada paksaan dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, ini sangat mendukung dalam membina keluarga yang tentram. Hal tersebut jelas disebutkan dalam al Qur’an surat an-Nisa’ ayat 19 :
                                     
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksadan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Dalam ayat ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. Menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, Maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi.
Maksudnya pekerjaan keji yang nyata adalah berzina atau membangkang perintah.

PENUTUP
Dari beberapa penjelasan yang telah dipaparkan, mulai dari penciptaan hingga pada status jender sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa derajat kaum perempuan menurut budaya yang telah mentradisi selama ini (berada di kasur, sumur dan dapur bagi keluarga) adalah salah. Sebab kaum perempuan adalah sebagi tonggak pokok suatu negara, bila kaum perempuannya baik maka negara itu akan baik begitu pula sebaliknya, bila kaum perempuannya buruk maka hancurlah negara itu.
Kaum perempuan secara tegas dinyatakan dalam beberapa hadits dan ayat Al-Qur’an sangat berperan penting dalam kehidupan. Mari kita lepas belenggu-belenggu tradisi yang menghalangi langkah perempuan meraih wawasan dan cita menuju hidup yang hakiki. Kaum perempuan, tepatnya ibu untuk keluarga, menjadi basis bagi pembentukan watak dan orientasi suatu masyarakat dan akhirnya bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Jajat Burhanudin, Oman Fathurrahman, Tentang Perempuan Islam Wacana dan Gerakan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, th 2004
2. Drs. Muslich Shabir,400 Hadits Plihan tentang Akidah Syari’ah & Akhlak, PT Alma’arif Bandung, th 1986
3. Jamhari, Ismatu Ropi, Citra Perempuan dalam Islam Pandangan Ormas Keagamaan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003
4. Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar